Musa tak berhenti menatap mata sang ibu yang mulai berkaca-kaca. Meski suasana tampak hening, anak sulung dari tiga bersaudara itu mengerti bahwa rasa sedih sudah penuh membalut wajah sang ibu. Mereka harus berpisah setelah setahun lamanya tidak bersua.
“Walau Ibu tidak berkata-kata, ketika saya pamit, saya bisa melihat kebanggaan dari wajahnya. Dia sebenarnya menitikkan air mata karena akhirnya kami harus berpisah alasan pekerjaan dan pisahnya ini berpulau-pulau,” terang Musa kepada Humas KASN, Kamis (14/1/2022).
Musa Mambefor Koreri Wambrauw, begitu nama lengkapnya, adalah salah satu dari dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) asal Papua yang bekerja di Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Medio Januari lalu dia harus terbang ke Jayapura, menempuh jarak sekitar 4.381 kilometer, karena ibunya jatuh sakit dan harus dioperasi. Momen itu sekaligus ia jadikan kesempatan melepas rindu dengan keluarga besar di sana.
Beberapa keluarga merasa bangga atas capaian pria 34 tahun itu. Dia menjadi anggota keluarga pertama yang berhasil menjadi PNS di pemerintah pusat. Meski begitu, untuk mencapai semua itu, Musa sempat gagal hingga tiga kali dalam Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS. “Tahun 2019, saya sudah masuk usia 32 tahun. Jadi ketika mencoba untuk masuk KASN, saya tidak berharap penuh tapi saya juga tidak pesimis,” cerita pria kelahiran Biak itu.
Untuk pertama kalinya, Musa melaju ke Seleksi Kemampuan Bidang (SKB). Di sana dia harus melalui serangkaian tes, yakni mulai computer assisted test (CAT), psikotes, bahasa Inggris, dan wawancara user. Pada 30 Oktober 2020, ia dinyatakan lolos menjadi CPNS di KASN. Rasa senang tidak dapat ia sembunyikan tapi di sisi lain itu berarti dia akan segera meninggalkan keluarga di Jayapura dalam jangka waktu lama.
Musa lantas ditempatkan di Kelompok Kerja Pengawasan Bidang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Wilayah 1, tepatnya di subpokja Pengaduan dan Penyelidikan. Ia mengaku bisa menerima 3 hingga 5 pengaduan setiap bulannya. Laporan tersebut wajib diproses dalam jangka 3-5 hari kerja.
“Di bidang kami dituntut untuk bekerja secara cepat, tepat, dan akurat. Jadi saat pimpinan kasih disposisi, langsung dieksekusi. Sementara, di hampir 3-4 bulan pertama aku struggle sekali,” ucapnya.
Lulusan sarjana ilmu politik itu mengaku sempat mengalami beberapa kendala, seperti ritme kerja, bahasa yang kadang kurang dimengerti hingga rasa sungkan untuk bertanya kepada senior. Kebingungan yang ia pendam itu akhirnya pecah pada Agustus 2021. Ia hampir saja mengibarkan bendera putih. Beruntung, semangatnya kembali terbakar dan mulai memberanikan diri bertanya ke senior. Dukungan dari rekan-rekan seangkatan pun banyak membantu Musa untuk bangkit.
“Musa harus lihat bahwa kalau orang lain bisa, kamu juga pasti bisa. Semua orang punya cara dan prosesnya masing-masing dalam menerima atau menangkap sesuatu. Kamu juga pasti bisa, kamu hanya butuh proses. Yang penting kamu membuka diri untuk jangan malu bertanya begitu,” ujar Musa menirukan rekan sedivisinya.
Ada Bhinneka Tunggal Ika di KASN
Lambat laun Musa dapat beradaptasi dengan baik di KASN. Beberapa kali bahkan dia sempat ditugaskan keluar kota. Saat itulah respons unik ia jumpai. “Ketika saya datang ke sana “Oh ini ada orang Papua juga ya di KASN.” Itu yang biasa mereka sampaikan,” kisah Musa.
Mendapati situasi tersebut, Musa biasanya hanya merespons dengan senyuman. “Atau saya biasanya juga bilang KASN ini Bhinneka Tunggal Ika, dari Sabang- Merauke ada.”
Potret Bhinneka Tunggal Ika menurut Musa tergambar jelas di unit kerjanya. Di sana dia dipertemukan dengan kolega dari berbagai daerah, ada yang dari Jawa, Sumatra, dan lain sebagainya. Percampuran tersebut membuat Musa sedikit demi sedikit mempelajari bahasa daerah rekan-rekannya. Misalnya, kini ia cukup fasih untuk mengatakan “yo wis” atau “sampun” di grup chat maupun secara langsung.
Bagi Musa, pertemuan dengan makna Bhinneka Tunggal Ika yang sesungguhnya, juga harus dirasakan oleh muda-mudi di Papua. “Saya harap mereka berani keluar dari zona nyaman supaya bisa melihat Indonesia dari berbagai suku. Karena saya di sini saja temannya ada dari Sabang sampai Merauke,” Musa berpesan.
Musa juga mengajak muda-mudi Papua untuk berani mencoba tes di instansi pemerintah pusat. Segala rasa takut karena akan berhadapan dengan pesaing dari segala penjuru negeri harus dibuang jauh-jauh. Jangan sampai kalah terlebih dulu sebelum berperang . “Satu tahun saya di sini, saya lihat ternyata ada teman-teman saya juga di instansi pemerintah lain, baik senior ataupun yang baru masuk. Mereka bercerita, ternyata tidak terlalu susah juga untuk ini asalkan ada kemauan dan niat untuk belajar pasti bisa.”
Don’t Wait until Tomorrow What You Can Do Today
Setahun menjadi CPNS, Musa kemudian dilantik menjadi PNS pada 14 Desember 2021 lalu. Untuk sampai di titik itu, ada satu motto yang terus dia ingat-ingat, yaitu “Don’t wait until tomorrow what you can do today.” Motto yang membuat Musa berpacu dengan waktu itu justru membawanya mampu mengejar ketertinggalan.
Ke depannya, pria berperawakan tinggi itu berharap dapat menguasai berbagai aturan yang terkait bidang kerjanya. Penguasaan tersebut menurut Musa akan membantunya dalam menyusun surat rekomendasi yang menjadi output dari laporan masyarakat.
Sementara itu, Musa juga menyimpan keinginan besar membangun tanah kelahirannya, Papua. “Tentu dengan ilmu yang saya miliki, saya ingin sekali suatu saat kelak kembali untuk membangun Papua. Saya berharap bisa menciptakan pegawai-pegawai negeri sipil yang lebih baik sehingga pemerintah daerah juga bisa mendapatkan nilai sistem merit yang baik,” Musa menutup.