Pengaturan tentang netralitas ASN sangat jelas dan tegas serta rinci dijelaskan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, beberapa surat edaran sebagai penegasan dari Komisi ASN , Menteri PANRB, MenDAGRI BKN, dan Bawaslu RI. Setiap ASN dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi Pilkada/Pileg/Pilpres. ASN dituntut untuk tetap profesional dan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Dalam hal terdapat ASN yang melakukan pelanggaran kode etik dank ode perilku serta netralitas ASN pada penyelenggaraan Pemilu 2019, maka ASN akan dikenakan sanksi moral berupa pernyataan secara terbuka atau secara tertutup atau sanksi disiplin mulai ringan, sedang, sampai berat. Pengaturan sanksi ini diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dalam Pasal 12 angka 6,7, dan 8 untuk sanksi disiplin sedang, dan Pasal 13 angka 11 dan 12 untuk sanksi disiplin berat.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi ASN untuk melaksanakan kebijakan publik, program-program pemerintah dan instansi, memeberikan pelayanan kepada masyarakat dan sebagai perekat dan pemersatu bangsa atau NKRI, ASN wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan dan dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon/ peserta Pemilu atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf e UU ASN menyebutkan bahwa pegawai ASN melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan. Artinya bahwa pegawai ASN itu bisa atau dapat menolak atau tidak melakukan perintah atasan yang menyuruh melakukan suatu perbuatan yang melanggar kode etik dan kode perilaku pegawai ASN. Tentunya penolakan itu memperhatikan norma etika dan perilaku yang berlaku dalam organisasi dan masyarakat setempat. Sebagai contoh kasus : Apabila atasan meminta/menyuruh ASN untuk memberikan dukungan kepada salah satu peserta Pemilu baik Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, maupun Kepala Daerah atau menyuruh untuk mengerahkan ASN dalam lingkungan kerjanya untuk mengkampayekan salah satu peserta Pemilu, maka sebagai ASN yang memegang teguh netralitas, harusnya menolak atau tidak mengikuti perintah atasan tersebut karena perbuatan tersebut termasuk berpolitik praktis yang tidak sesuai ketentuan kode etik dan kode perilaku pegawai ASN.
Negara ini membutuhkan ASN yang kuat dan mandiri dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak manapun atau oleh siapapun ( netralitas), karena ASN yang kuat dan mandiri dari intervensi politk, akan menjadi daya ungkit (leverage) yang luar biasa dalam peningkatan Indeks Efektivitas Pemerintah (IEP) tahun 2024 yang akan datang.
Komisi ASN tidak akan pernah berhenti mengingatkan dan mengawasi para ASN di seluruh Indonesia, agar tetap menjaga netralitas ASN menjelang Pemilu 2019. Persoalan netralitas ASN tidak hanya berhenti untuk Pemilu 2019, tapi juga persoalan netralitas ASN akan dihadapkan pada Pilkada serentak tahun 2020 yang akan datang. Untuk itu Komisi ASN meminta agar segenap ASN Indonesia agar fokus memberikan pelayanan yang baik dan prima kepada masyarakat dan mempererat persatuan dan kesatuan NKRI. Mengingat hari pencoblosan tanggal 17 April 2019, sudah semakin dekat dan tinggal menghitung hari, maka Komisi ASN meminta agar seluruh ASN agar menyukseskan Pemilu 2019 dan tetap menjaga serta memegang teguh netralitas ASN. (NA/PA/KOMISI ASN)