Aturan Baru Disiplin PNS: Tidak Beri Sanksi Bawahan yang Tak Netral, Atasan Bisa Dihukum

Berita
16 Sep 2021 - 02:54
Share

Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada 31 Agustus 2021 lalu. Peraturan tersebut menjelaskan berbagai larangan bagi PNS, termasuk mempertegas ketentuan soal netralitas dalam pemilu dan pilkada. 

Dalam Pasal 5 PP Nomor 94 Tahun 2021 dijelaskan, ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota DPR, DPD, dan DPD dengan cara:

1. ikut kampanye;
2. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
3. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
4. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
5. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
6. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye, meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau
7. memberikan surat dukungan disertai fotokopi KTP atau Surat Keterangan Tanda Penduduk. 

Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 24, Pejabat yang Berwenang Menghukum tidak menjatuhkan sanksi kepada bawahannya, dapat dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya. Pejabat tersebut akan dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat setelah melalui proses pemeriksaan. Di samping itu, atasan juga berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang terbukti melanggar disiplin.

Data terbaru KASN per 20 Agustus 2021, KASN telah menerima 232 aduan terkait netralitas PNS sepanjang tahun ini. Sebanyak 85 PNS telah dijatuhi sanksi dengan merujuk kepada rekomendasi KASN. Sementara itu, pada pilkada serentak 2020 lalu, ditemukan 1.575 pelangggaran netralitas yang dilakukan PNS. Total 34,7 persen pelanggaran berupa melakukan kampanye atau sosialisasi di media sosial. (NQA/HumasKASN)