Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, menilai jumlah pelanggaran netralitas ASN yang tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah sudah semakin mengkhawatirkan.
"Terkait itu, adalah keterbatasan atau lemahnya sistem pengawasan dimana kewenangan Komisi ASN terbatas pada memberikan rekomendasi, sementara keputusan berada di tangan Kepala Daerah yang notabene adalah pihak yang didukung oleh ASN yang tidak netral tersebut," ujar Bamsoet dalam Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN yang ketiga dengan tema 'ASN Netral, Birokrasi Kuat dan Mandiri', Rabu.
Menurut Bamsoet, sebagai pengawas independen, KASN perlu diberikan kewenangan yang lebih kuat dalam pengawasan agar para pelanggar menjadi jera.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan netralitas ASN adalah prasarat mutlak untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih.
Apalagi ASN adalah abdi negara yang tugas pokoknya adalah melayani masyarakat. Hal itu berarti bahwa netralitas ASN berkaitan erat dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak.
Ketidaknetralan ASN dapat menimbulkan berbagai konsekuensi negatif seperti terjadinya polarisasi ASN ke dalam kutub-kutub politik praktis yang dapat memicu terjadinya benturan dan konflik kepentingan antar-ASN, yang pada akhirnya menimbulkan terganggunya pelayanan publik.
"Fakta ini semestinya menjadi fokus perhatian kita semua," kata Bamsoet.
Terkini, ASN sebagai mesin utama birokrasi, tampak sangat rentan dipolitisasi, terutama pada masa pilkada serentak 2020 saat ini.
Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto mengatakan pihaknya telah melaporkan secara total, ada 490 ASN melanggar netralitas per 19 Agustus 2020.
Sebanyak 372 ASN sudah diberikan rekomendasi oleh KASN untuk ditindaklanjuti Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Tapi yang baru ditindaklanjuti oleh PPK hanya 192 atau 52,2 persen.
Masih sedikitnya tindaklanjut penjatuhan sanksi oleh PPK bagi ASN yang melanggar merupakan simpul masalah serius dalam penegakan netralitas ASN.
Namun, sanksi yang kurang tegas oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yaitu para Gubernur, Bupati dan Walikota, serta terbatasnya kewenangan lembaga pengawas menjadi salah satu penyebab maraknya pelanggaran netralitas ASN tersebut.
Merujuk pada data KASN per 19 Agustus 2020, jenis jabatan yang paling banyak melanggar adalah Jabatan Pimpinan Tinggi atau JPT (27,1 persen), Jabatan Fungsional (25,5 persen) Administrator (14,9 persen), Pelaksana (12 persen) dan Kepala Wilayah berupa Camat/Lurah (9 persen).
Tingginya JPT dalam pelanggaran netralitas ASN menjadikan pentingnya pengawasan ke depan harus lebih ketat. Apalagi, pelaksanaan Pilkada 2020 semakin dekat dengan waktu pencoblosan.
Pemerintah dinilai perlu mematangkan aspek pengawasan ini pada pilkada serentak 2020 nanti agar berjalan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.
Agar setiap pegawai ASN mampu membangun kesadaran, kemauan dan tanggung jawab, berkenaan dengan etika dan perilaku imparsialitas, yaitu tidak berpihak, bebas dari konflik kepentingan, serta bebas dari pragmatisme politik.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT ANTARA 2020
Sumber: antaranews.com