Tanty menjelaskan, DPR sebagai pelempar wacana revisi sebaiknya memberi ruang pemerintah melaksanakan UU ASN ketimbang mengubah. Apalagi, peraturan pemerintah (PP) masih belum semuanya dirampungkan.
"Lebih baik regulasi turunannya (PP) terbit dan UU bisa dilaksanakan dulu. Kalau tidak pas, ya (revisi dilakukan) memang setelah dilaksanakan. Ini kan belum terlaksana," ucap Tanty.
Revisi juga dianggap menghambat reformasi birokrasi yang menjadi salah satu nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam birokrasi bakal terseok apabila pembenahan terganjal regulasi.
Salah satu poin yang cukup signifikan ialah penghapusan Komisi ASN (KASN). Padahal, lembaga itu dibentuk untuk mengawasi sistem merit. Sistem merit mengawasi kebijakan manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.
Selain itu, jelas Tanty, DPR juga fokus pada pengangkatan honorer sebagai ASN secara otomatis. Tingginya concern DPR soal itu memunculkan kecurigaan isu ini bisa dipolitisasi karena tahun politik segera tiba.
Pengangkatan honorer secara otomatis juga bisa menimbulkan beban baru bagi pemerintah. "Kalau (revisi) ini jadi, menambah beban keuangan negara. Ini juga mencederai sistem merit (di mana) semua harus ikut seleksi," tegas Tanty.
Program Manager PATTIRO Wawanudin membeberkan, dalam revisi, hilangnya KASN bakal mengembalikan kewenangan dan fungsi kepada Kementerian PAN RB. Setidaknya, ada 19 pasal yang dihapus terkait itu.
Wawan menganggap akan sangat lucu apabila Kementerian PAN RB mengawasi dirinya sendiri. "Jeruk makan jeruk."
Pengawas, jelas Wawan, harus independen dan netral untuk memastikan sistem merit berjalan baik. Ia mengkhawatirkan arah merit sistem bila dilaksanakan oknum-oknum yang juga berada dalam lingkup ASN.
sumber : http://news.metrotvnews.com/politik/Dkq6gnQK-direktur-pattiro-revisi-uu-asn-terlalu-dini