Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Prof. Agus Pramusinto, menyebut timbul kekhawatiran mengenai masa depan meritokrasi pasca revisi Undang-Undang No.5 Tahun 2014 mengenai ASN. Kekhawatiran itu cukup beralasan karena pengawasan sistem merit yang dilakukan KASN selama ini dinilai telah memberikan kontribusi pada meningkatnya berbagai indeks reformasi birokrasi Indonesia. Salah satunya, diberlakukannya sistem merit membuat kualitas tata kelola pemerintahan terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan nilai Indeks Efektivitas Pemerintah (IEP) yang dirilis Bank Dunia tahun ini, Indonesia mengalami peningkatan skor, dari 64,76 pada 2022, menjadi 66,04 skala 100 pada 2023. Skor tersebut menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 214 negara.
"Pelaksanaan sistem merit tidak hanya dilakukan untuk menjamin ASN profesional, berintegritas. Namun, lebih dari itu, pengawasan yang dilakukan oleh KASN, adalah demi kepentingan publik dan pelayanan publik yang lebih baik. Perubahan mendasar membutuhkan aparatur negara yang profesional, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepostime (KKN), independen dari pengaruh politik, serta berorientasi pada pelayanan publik," terang Agus saat menjadi keynote speaker pada diskusi strategis “Masa Depan Meritokrasi Pemerintahan Indonesia Pasca Revisi UU ASN” yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di kantor BRIN, Kamis (19/10/2023).
Menurut Agus, idealnya pengawasan sistem merit di Indonesia dilakukan oleh lembaga indepeden yang menjalankan fungsi seperti yang diemban oleh KASN saat ini. Hal tersebut didukung dengan penguatan yang diperlukan, baik keluar maupun ke dalam lembaga independen itu.
Untuk saat ini, Ketua KASN beserta jajaran siap mematuhi dan menjalankan keputusan yang dibuat demi model pengawasan yang lebih efektif dan efisien. "Harapan kami agar sumber daya manusia khususnya yang ada di KASN saat ini, dapat diberdayakan untuk melanjutkan masa depan meritokrasi," ungkap Agus.
Senada dengan Ketua KASN, Pakar Ilmu Administrasi Publik Fisipol Universitas Gadjah Mada yang juga merupakan Ketua KASN periode pertama, Prof. Sofian Effendi, menyebut peran lembaga nonstruktural yang independen diperlukan dalam mengawal meritokrasi di Indonesia. Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-65 dari 141 negara terkait dengan penerapan meritokrasinya. Indonesia berada di bawah negara negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Kamboja.
Jika mutu penerapan sistem merit di Tanah Air stagnan atau justru menurun maka cita-cita menuju Indonesia emas 2045 akan sulit terealisasi.
"Kita akan jelas masuk ke dalam jebakan middle income yang sudah 35 tahun kita di sana. Kalau sampai 40 tahun, saya khawatir akan permanen kita di sana di jebakan middle income," beber Sofian.
Sebagai informasi, dalam diskusi tersebut turut hadir narasumber Peneliti Ahli Utama BRIN, Riris Katharina; Akademisi FIA Universitas Indonesia, Muhammad Alfie Syahrien; dan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Ramadhan. (cmy/nqa)