Pertanyaan Yang Sering Diajukan

Berikut merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan. Jika anda mempunyai pertanyaan lainnya silahkan menghubungi kami melalui kontak yang tersedia.

Pedoman Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi(JPT)

KASN berwenang untuk mengawasi setiap tahapan proses pengisian JPT. Tahapan ini mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan  dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi.

Pengawasan dilaksanakan secara preventif maupun represif melalui penerbitan rekomendasi berdasarkan laporan yang disampaikan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) maupun atas inisiatif  sendiri dari KASN.

Bagi instansi yang telah menerapkan sistem merit, maka pengisian JPT dengan seleksi terbuka dapat dikecualikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 111 Undang-undang No 5 tahun 2014.

Sehubungan dengan itu, KASN sedang menyusun Pedoman Evaluasi Penerapan Sistem Merit di Instansi Pemerintah untuk menjadi acuan dalam KASN menilai apakah suatu instansi sudah menerapkan sistem merit dalam manajemen ASN sehingga dapat melakukan seleksi yang lebih sederhana prosedurnya karena sudah mempunyai talent pool dan menerapkan talent management. Pedoman tersebut dapat juga digunakan KASN dalam membina instansi yang sedang membangun sistem manajemen berdasarkan sistem merit.

  1. Anggota TNI dan POLRI dapat menduduki JPT di instansi pemerintah melalui  proses seleksi terbuka. Apabila terpilih dan sebelum dilantik dalam JPT, yang bersangkutan harus melepaskan statusnya sebagai anggota TNI dan POLRI dan beralih menjadi PNS;
  2. Terdapat sejumlah JPT di beberapa instansi  yang krrena kualifikasi dan kompetensinya maka dapat diduduki oleh anggota TNI dan POLRI tanpa mereka harus beralih status menjadi PNS. Jabatan-jabatan dan instansi tersebut ditetapkan melalui Keputusan Presiden.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 109 menyediakan peluang bagi non-PNS untuk menduduki JPT Utama dan Madya untuk jabatan-jabatan tertentu dengan persetujuan Presiden. Pengisian JPT dari non-PNS dilakukan melalui seleksi terbuka.

PPK dapat menyampaikan permohonan kepada Presiden untuk membuka kesempatan bagi non-PNS, untuk mengikuti seleksi terbuka dan kompetitif jabatan - jabatan tertentu sesuai dengan peraturan pemerintah.

Persyaratan untuk non-PNS mengikuti seleksi ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian setelah mendapat persetujuan dari KASN.

Instansi dapat mengganti anggota pansel yang tidak dapat melanjutkan tugasnya dalam proses seleksi. Usulan penggantian anggota pansel ini harus dikoordinasikan dengan KASN.

Pansel untuk seleksi terbuka JPT terdiri dari unsur;

  1. Pejabat terkait dari lingkungan Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
  2. Pejabat dari instansi lain yang terkait dengan bidang tugas jabatan yang lowong dengan kebutuhan kompetensi teknis.
  3. Akademisi/pakar/professional yang mempunyai keahlian di bidang manajemen SDM dan/atau bidang yang terkait dengan jabatan yang akan diisi.
  4. Khusus untuk JPT Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten/Kota, pansel dapat diangkat dari Pemerintah Provinsi yang bersangkutan, dan untuk JPT Sekda Provinsi, pansel dapat diangkat dari kementerian terkait.
  5. Pembentukan memperhatikan keterwakilan gender.

Pengisian JPT paska restrukturisasi organisasi dilakukan melalui:

  1. Pengukuhan (penetapan dan pelantikan ulang) bagi pejabat yang jabatannya tidak mengalami perubahan nomenklatur dan tugas dan fungsi, atau mengalami perubahan nomenklatur namun tugas dan fungsi tidak mengalami perubahan yang signifikan;
  2. Mutasi ke jabatan lain yang lowong, sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki pejabat yang jabatannya digabung, dihapus atau statusnya turun,  dan mutasi tersebut dilakukan berdasarkan mekanisme job fit;
  3. Seleksi terbuka bagi jabatan yang masih lowong setelah pengisian melalui pengukuhan dan mutas dilaksanakan.

KASN berwenang menerbitkan rekomendasi untuk pengisian JPT Utama dan Madya dalam hal:

  • Pembentukan panitia seleksi;
  • Pengumuman jabatan yang lowong;
  • Pelaksanaan seleksi; dan
  • pengusulan nama calon.

    
Sedangkan untuk pengisian JPT Pratama, KASN juga diberi kewenangan untuk menerbitkan rekomendasi dalam hal:

  • Pembentukan panitia seleksi;
  • Pengumuman jabatan yang lowong;
  • Pelaksanaan seleksi; dan
  • Pengusulan nama calon;
  • Penetapan calon; dan
  • Pelantikan.

Seleksi terbuka pengisian JPT pada instansi pemerintah dapat dilakukan apabila memenuhi salah satu persyaratan berikut:

  1.  Terdapat posisi JPT yang lowong, karena pejabat yang menduduki jabatan tersebut sudah memasuki masa pensiun, mutasi ke jabatan/instansi/daerah lain, meninggal dunia, diberhentikan dari posisi JPT atas kemauan sendiri ataupun tidak atas kemauan sendiri;
  2. Terdapat jabatan yang pejabatnya masih aktif, namun akan lowong dalam waktu 3 (tiga) bulan ke depan atau kurang dikarenakan pejabat tersebut akan memasuki usia pensiun;
  3. Terjadi restrukturisasi organisasi, dimana terdapat jabatan-jabatan yang baru dibentuk dan perlu diisi sebagai akibat pemecahan dan/atau penggabungan jabatan. 

KASN melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan seleksi terbuka. Jika terdapat indikasi pelanggaran, maka KASN akan melakukan klarifikasi terhadap dugaan pelanggaran tersebut. KASN dapat:

  • Menghentikan proses seleksi dan meminta proses seleksi diulang dari awal apabila terbukti pelanggaran telah terjadi;
  • Merekomendasikan instansi untuk melanjutkan seleksi setelah dibuktikan pelanggaran tidak terbukti;
  • Mengganti anggota pansel yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan; dan
  • Menggugurkan peserta seleksi yang dianggap tidak memenuhi persyaratan.

Seputar Seleksi Terbuka JPT

Sesuai dengan ketentuan Pasal 120 ayat (5) UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, ditegaskan bahwa rekomendasi KASN bersifat final dan mengikat, sehingga apabila PPK dalam pelaksanaan manajemen ASN khususnya penempatan JPT Pratama, melaksanakan suatau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan maka KASN akan mengeluarkan rekomendasi, dan apabila tidak ditindaklanjuti maka sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2014 dimaksud, maka KASN akan merekomendasikan ke Presiden untuk menjatuhkan sanksi kepada PPK dan PYB yang melanggar Sistem Merit dan ketentuan perundang-undangan.

Untuk mekanisme pelaksanaan mutasi didasari oleh hasil uji kompetensi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi, dan tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat), karena keberadaan Baperjakat tidak dikenal lagi baik dalam ketentuan UU Nomor 5 tahun 2014 maupun dalam PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Komposisi panitia seleksi untuk Mutasi sama dengan komposisi panitia seleksi terbuka yakni maksimal 45 % dari unsur internal dan minimal 55 % dari unsur eksternal.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 tahun 2016, ditegaskan bahwa Kepala Daerah tidak dapat melakukan penggantian pejabat dilingkungan pemerintah daerahnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalama Negeri. 

Terkait dengan rencana pengisian jabatan pimpinan tinggi pasca 6 (enam) bulan setelah pelantikan Saudara, maka sesuai ketentuan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, maka terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat dilakukan yakni : 

a. Pengisian Jabatan Lowong melalui seleksi terbuka, dan 

b. Mutasi pengisian JPT Lowong dari JPT lainnya dalam satu instansi sesuai ketentuan Pasal 131 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang   menegaskan bahwa : 

1. Pengisian JPT yang lowong melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain dapat dilakukan melalui Uji Kompetensi diantara pejabat yang ada

2. Pengisian JPT sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat : 

  • Satu klasifikasi Jabatan (satu rumpun jabatan);
  • Sesuai standar kompetensi jabatan; dan 
  • Telah menduduki Jabatan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

3. Pengisian JPT sebagaimana dimaksud di atas dilakukan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara   

c. Mutasi antar  JPT dari JPT lainnya dalam satu instansi sesuai ketentuan Pasal 132 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang menegaskan bahwa: 

1. Pengisian JPT melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain dapat dilakukan melalui Uji Kompetensi diantara pejabat pimpinan tinggi dalam satu instansi

2. Mutasi sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat : 

  • Sesuai standar kompetensi jabatan, dan
  • Telah menduduki Jabatan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun 

3. Pengisian JPT sebagaimana dimaksud di atas dilakukan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara.

Sedangkan untuk pengisian JPT Pratama melalui mekasnisme mutasi mengisi jabatan lowong, KASN dapat memberikan persetujuan setelah Saudara menyampaikan Data sebagai berikut :

a. Dokumen Perencanaan seleksi yang berisi : 

  1. Daftar JPT Pratama yang akan diisi melalui mutasi;
  2. Alasan Pengisian JPT Pratama (Misalnya Pensiun, mengundurkan diri, dan lain-lain);
  3. Standar Kompetensi setiap Jabatan (Manajerial, Teknis/Bidang dan Sosio Kultural; 
  4. Metode Seleksi yang digunakan antara lain : Uji Kompetensi, Wawancara, Rekam Jejak);
  5. Daftar Panitia Seleksi dilengkapi dengan Biodata setiap anggota Pansel dengan mengacu pada ketentuan Pasal 114, 115 dan 116 PP Nomor 11 tahun 2017; 
  6. Lembaga yang akan melakukan uji kompetensi.

b. Lampiran dokumen terkait data informasi JPT yang akan dimutasi yakni,

  1. SK Pensiun, Surat Pengunduran diri, Keputusan Pengadilan atau Penetapan tersangka Pejabat yang lama berdasarkan alasan pengisian JPT yang lowong;
  2. Penjelasan tertulis dari PPK terkait Jabatan-jabatan yang memiliki kualifikasi/perumpunan yang sama dengan jabatan yang akan diisi melalui mutasi; 
  3. Peraturan Bupati yang mengatur tentang Standar Kompetensi (bila ada/optional);

Materi Ujian Kompetensi terkait kesesuaian kompetensi Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) dengan jabatan yang tepat dengan persyaratan kompetensi jabatan yang akan didudukinya, untuk itu ujian yang diberikan dalam bentuk: 

  • Pemetaan profil kompetensi melalui assesmen.
  • Penguasaan bidang tugas melalui uji makalah dan wawancara;
  • Rekam jejak kinerja melalui wawancara.

Dalam ketentuan 132 PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS ditegaskan:

a. Pengisian JPT melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain dapat dilakukan melalui Uji Kompetensi diantara pejabat pimpinan tinggi dalam satu instansi

b. Mutasi sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat: 

  • Sesuai standar kompetensi jabatan; dan 
  • Telah menduduki Jabatan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. 

c. Pengisian JPT sebagaimana dimaksud di atas dilakukan melalui koordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara.

Untuk pengisian JPT Pratama melalui mekasnisme seleksi terbuka, KASN dapat memberikan persetujuan untuk melaksanakan seleksi terbuka setelah Saudara menyampaikan Data sebagai berikut :

a. Dokumen Perencanaan seleksi yang berisi : 

  1. Daftar JPT Pratama yang akan diseleksi terbuka; 
  2. Alasan Pengisian JPT Pratama (Misalnya Pensiun, mengundurkan diri, dan lain-lain);
  3. Standar Kompetensi setiap Jabatan (Manajerial, Teknis/Bidang dan Sosio Kultural); 
  4. Metode Seleksi yang digunakan antara lain Seleksi Administrasi, Uji Makalah, Uji Kompetensi, Wawancara, Rekam Jejak, Tes Kesehatan;
  5. Persyaratan Administratif Calon Pelamar dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 107 huruf c angka 6 PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS;
  6. Daftar Panitia Seleksi dilengkapi dengan Biodata setiap anggota Pansel dengan mengacu pada ketentuan Pasal 114, 115 dan 116 PP Nomor 11 tahun 2017; 
  7. Lembaga yang akan melakukan Uji Kompetensi;
  8. Draf Pengumuman Seleksi sesuai ketentuan Pasal 117 (4) PP Nomor 11 tahun 2017. 

b. Lampiran dokumen terkait data informasi JPT yang akan diseleksi yakni,

  1. SK Pensiun, Surat Pengunduran diri, Keputusan Pengadilan atau Penetapan tersangka Pejabat yang lama berdasarkan alasan pengisian JPT yang lowong;
  2. Peraturan Bupati yang mengatur tentang Standar Kompetensi (bila ada/optional).

Pengalaman paling kurang 5 (lima) tahun dimaknai  bahwa  calon Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) Pratama dimaksud:

a. Pernah bertugas pada Instansi atau Unit Kerja yang sama dengan Instansi yang dilamar atau instansi lain yang terkait;

b. Pernah bertugas di unit kerja yang berbeda dengan Instansi yang dilamar tetapi tugas dan fungsinya terkait dengan jabatan yang dilamar;

c. Pengalaman kerja dihitung secara kumulatif mulai sejak pengangkatan pertama sebagai CPNS sampai dengan Jabatan yang saat ini sedang diduduki.

Bagi Pejabat fungsional yang ikut dalam seleksi terbuka JPT, maka kelulusan dalam Diklat Kepemimpinan, bukan menjadi keharusan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 116 UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN disebutkan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan Perundang undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 117 UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan Pasal 133 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, terhadap Pejabat dimaksud harus dilakukan penilaian kembali dan berdasarkan hasil penilaian tersebut selanjutnya dilakukan Mutasi antar JPT Pratama.

Berkaitan dengan usia pelamar, maka berdasarkan Ketentuan Pasal 107 huruf (c) angka 6 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, ditegaskan bahwa usia paling tinggi untuk diangkat pada JPT Pratama adalah 56 (lima puluh enam) tahun, sehingga apabila ada pelamar yang usianya lebih dari 56 (lima puluh enam) tahun pada saat mendaftar tentu tidak memenuhi persyaratan untuk diangkat dalam JPT Pratama. 

Bahwa calon  Pejabat Pimpinan Tinggi yang bersangkutan saat ini sedang menduduki atau sebelumnya pernah menjadi Pejabat Administrator (Eselon III a dan III b) atau Jabatan Fungsional Jenjang Ahli Madya paling singkat 2 (dua) tahun.  

Berkenaan dengan ketentuan persyaratan pengalaman jabatan terkait jabatan yang dilamar secara kumulatif paling kurang 5 (lima) tahun, tidak dapat dimaknai hanya pada jabatan yang dilamar, tetapi juga jabatan terkait lainnya dengan kriteria:

  1. Pernah bertugas pada Instansi atau Unit Kerja yang sama dengan Instansi yang dilamar atau instansi lain yang terkait.
  2. Pernah bertugas di unit kerja yang berbeda dengan Instansi yang dilamar tetapi tugas dan fungsinya terkait dengan jabatan yang dilamar
  3. Pengalaman kerja dihitung secara kumulatif mulai sejak pengangkatan pertama sebagai CPNS sampai dengan Jabatan yang saat ini sedang diduduki.

Terkait dengan persyaratan lainnya seperti Diklatpim agar disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 107 huruf c PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

Sedangkan untuk Untuk pengisian JPT Pratama melalui mekasnisme mutasi antar JPT dalam satu instansi, KASN dapat memberikan persetujuan setelah Saudara menyampaikan Data sebagai berikut :

a. Dokumen Perencanaan seleksi yang berisi: 

  1. Daftar JPT Pratama yang akan dilakukan mutasi; 
  2. Alasan Mutasi (Misalnya sudah menduduki jabatan lebih dari dua tahun, mengundurkan diri, dan lain-lain);
  3. Standar Kompetensi setiap Jabatan (Manajerial, Teknis/Bidang dan Sosio Kultural; 
  4. Metode Seleksi yang digunakan antara lain : Uji Kompetensi, Wawancara, dan Rekam Jejak;
  5. Daftar Panitia Seleksi dilengkapi dengan Biodata setiap anggota Pansel dengan mengacu pada ketentuan Pasal 114, 115 dan 116 PP Nomor 11 tahun 2017; 
  6. Lembaga yang akan melakukan uji kompetensi.

b. Lampiran dokumen terkait data informasi JPT yang akan dimutasi yakni:

  1. SK Jabatan terakhir, surat pernyataan bagi JPT Pratama yang mengundurkan diri;
  2. Peraturan Bupati yang mengatur tentang Standar Kompetensi (bila ada/optional).

Netralitas ASN dalam Berdemokrasi

Seorang Aparatur Sipil Negara diwajibkan untuk melaksanakan Asas Netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak sebagaimana diamanatkan pada Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 2014 bahwa Penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas: f. netralitas.

Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kewajiban akan dikenakan Hukuman Displin Tingkat Berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS (Hukuman Displin Berat).

Aparatur Sipil Negara yang melakukan pelanggaran Netralitas dapat dikenakan sanksi tergantung pada derajat kesalahan dan dampaknya sebagaimana diatur dalam Pasal 7,  PP 53 Tahun 2010. Untuk jenis hukuman disiplin yang dikenakan sebagai berikut:

1. Jenis Hukuman Disiplin Sedang:

a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. Penurunan kenaikan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

2. Jenis Hukuman Displin Berat:

a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. Pembebasan dari jabatan;
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
e. Pemberhentian tidak dengan hormat.

Seorang Aparatur Sipil Negara harus menghindari adanya konflik kepentingan dalam pelaksanaan setiap tugasnya yaitu memberikan pelayanan publik.

Tidak boleh, selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara. Seorang Pegawai Negeri Sipil wajib mengundurkan diri sebagai PNS sebelum ditetapkan sebagai anggota / pengurus partai politik, dan apabila akan menempati jabatan – jabatan politik.

Tidak Boleh, seorang ASN tidak diperkenankan untuk memanfaatkan fasilitas Negara dalam rangka fasilitasi tindakan politik praktis. ASN yang menyediakan fasilitas negara untuk kepentingan politik dapat dikenakan dengan Hukuman Disiplin Tingkat Berat.

Tidak boleh, pilihan politik dari seorang ASN hanya dilakukan pada bilik suara, tidak perlu diberitahukan kepada orang lain dan di deklarasikan kepada publik.

Boleh, seorang ASN merupakan Warga Negara yang memiliki hak untuk memilih dalam PILKADA.

Tidak boleh, keberpihakan politik adalah bentuk pelanggaran dari Asas Netralitas seorang Aparatur Sipil Negara. Seorang ASN dituntut untuk bersikap netral dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat secara optimal tanpa adanya diskriminasi.

Tidak boleh, seorang Aparatur Sipil Negara harus menjunjung tinggi Asas Netralitas dalam bermedia sosial. Sehingga, apabila ASN ditemukan membuat, membagikan, menyukai, mengomentari konten bermuatan politik, yang bersangkutan dapat dikenakan dengan Hukuman Disiplin Tingkat Sedang.

Tidak boleh, seorang Aparatur Sipil Negara yang melakukan kampanye atau deklarasi politik akan dikenakan Hukuman Disiplin.

Seorang Aparatur Sipil Negara harus menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Dampak yang akan didapatkan oleh ASN yang dikenakan Hukuman Displin Tingkat Sedang atau Berat adalah:

a. Penundaan dan penurunan pangkat;
b. Penundaan promosi dan Penurunan jabatan;
c. Tidak dapat menjalani Tugas Belajar dan Izin Belajar;
d. Penundaan kenaikan gaji;
e. Tidak dapat mengikuti Seleksi Terbuka untuk Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).

Tujuan Penerapan Kode Etik Bagi ASN

Tujuan penerapan kode etik bagi ASN adalah untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, reputasi, kredibilitas ASN, memberikan panduan bagi ASN karena ada hal terkait larangan dan kewajiban yang harus dipatuhi dan mencegah terjadinya konflik kepentingan. Kode etik dan kode perilaku ini juga mencegah kecurangan dan membentuk ASN yang berintegritas dan professional dan berorientasi pada tugasnya.

Semisal perilaku yang menerima gratifikasi ketika bekerja karena hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Menjelang pilkada biasanya ada gerakan mobilisasi ASN untuk mendukung calon dan ini termasuk pelanggaran berat dalam kode etik dank ode perilaku, juga membuat keputusan yang dapat memihak salah satu calon tertentu.

Masyarakat dapat melaporkan hal tersebut ke KASN, sesuai dengan kewenangan kami yang tertuang dalam UU No.5 tahun 2014. Nantinya KASN akan melakukan penyelidikan, pengumpulan data dan informasi, melakukan pemanggilan dan gelar perkara lalu akan diputuskan pelanggarannya sesuai dengan klarifikasi pelanggarannya. Jika termasuk dalam kategori berat dapat diturunkan jabatannya bahkan dapat diberhentikan secara tidak hormat. Berdasarkan UU tersebut juga, seharusnya dibentuknya Majelis Kode Etik di lingkungan instansi tersebut yang dapat mendukung dalam pengawasan secara langsung dalam penegakan kdoe etik dank ode perilaku.