Jabatan guru besar merupakan jenjang tertinggi dalam karier dosen pengajar di perguruan tinggi. Namun, dugaan persekongkolan antara pihak kampus dan para calon guru besar dalam mendapatkan kredit dalam jumlah tertentu untuk bisa menjadi guru besar di suatu bidang keilmuan, baru-baru ini cukup ramai jadi sorotan. Berdasarkan sumber Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sejumlah dosen senior di beberapa kampus terlibat praktik perjokian karya ilmiah demi menyandang gelar guru besar. Hal tersebut turut melibatkan beberapa pejabat struktural di kampus.
Dugaan perjokian yang melibatkan para calon guru besar itu terjadi di Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Brawijaya (UB). Di UNP misalnya, terdapat Tim Percepatan Guru Besar yang bertugas memberikan bimbingan penulisan artikel ilmiah. Tim mengerjakan proses riset, analisis data, hingga membuat manuskrip, sedangkan dosen senior terduga praktik perjokian, terindikasi minim kontribusi. Sementara itu, di UB ditemukan adanya calon guru besar berinisial AW yang diduga menggunakan tim yang terdiri dari mahasiswa dan dosen muda untuk membuat sekaligus menerbitkan artikel di jurnal internasional. Tim tersebut tercatat menerbitkan artikel ilmiah di Journal of Ecological Engineering, Polandia, 1 Juni 2022. Semua dilakukan demi memenuhi persyaratan menjadi guru besar.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KASN, Prof. Agus Pramusinto, menyebutnya sebagai pelanggaran prinsip nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN. Di samping itu, para calon guru besar tersebut tentunya turut melanggar kode etik pengajar yang ada di kampus masing-masing.
“Perjokian mendapatkan kredit guru besar sangat disayangkan jika benar-benar terjadi. KASN akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk penelusuran dan pemeriksaan lebih lanjut,” ucap Agus, Senin (13/2/2023).
“Tidak ada ruang bagi tenaga pengajar, apalagi dosen berstatus PNS dalam perjokian karya ilmiah, jika terbukti maka jelas melanggar prinsip kode etik ASN. Kami akan tindak,” imbuhnya.
Jika ditinjau lebih jauh lagi, perjokian untuk mendapatkan gelar guru besar bisa masuk dalam tindakan yang melanggar integritas akademik. Hal itu terlihat dari adanya konflik kepentingan, yaitu menghasilkan karya ilmiah mengikuti keinginan yang menguntungkan dan/atau merugikan pihak tertentu, seperti dalam Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik Pasal 10 Ayat (5).
Mengutip dari Kompas.id (10/2/2023), Direktur Sumber Daya Kemendikbud Ristek Mohammad Sofwan Effendi menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah memerintahkan pembentukan tim percepatan guru besar apalagi sampai membuatkan karya ilmiah.
“Tim percepatan seharusnya dibentuk dalam rangka percepatan itu dalam konteks membantu bimbingan, membantu metodologi, dalam konteks percepatan iya. Tetapi jika sampai membuatkan, tidak boleh,” ujarnya. (NKK-Net/HumasKASN)